1. Geologi Cekungan Pati
Secara geologi cekungan-cekungan yang
terdapat di Laut Jawa tersebut mempunyai sejarah tektonik dan tipe-tipe
yang berbeda. Cekungan Billiton dan Pembuang mempunyai tipe intra kraton
(intracratonic basin); Cekungan Barito dan Asem Asem mempunyai tipe depan daratan (foreland basin) dan Cekungan Sunda, Utara Jawa Barat, Utara Jawa Timur, Laut Jawa Bagian Timur Laut dan Pati mempunyai tipe belakang busur (back arc basin)
(Koesoemadinata, 1980). Keberadaan cekungan-cekungan tersebut dikontrol
oleh kegiatan tektonik Paleogen yang menghasilkan morfologi graben pada
batuan dasar (basement rock) sebagai dasar suatu cekungan.
Berdasarkan evolusi tektonik di perairan Laut Jawa memperlihatkan adanya
perkembangan yang didahului oleh proses pembentukan graben pada
Paleosen – Oligosen yang dicirikan oleh sesar-sesar normal membentuk
daerah pemekaran (extensional zone) (Suprijadi, 1992;
Directorate General of Oil and Gas, 2007). Proses-proses tersebut
menjadikan cekungan di Laut Jawa lebih terbuka sebagai daerah tangkapan
sedimen yang tebal dan memungkinkan terbentuknya sistem perangkapan
stratigrafi yang prospek mengandung hidrokarbon (Koesoemadinata, 1980).
jadi secara tidak langsung daerah utara jawa punya daerah yang mumpuni untuk menjadi perangkap yang baik adanya hidrokarbon, nah kalo Cekungan PATI, Bagaimana???
Keberadaan tinggian Karimunjawa (Karimunjawa High) di bagian barat dan tinggian Bawean (Bawean High)
di bagian timur sebagai pembatas Cekungan Pati, telah merubah pandangan
tentang pembentukan dan batas-batas suatu cekungan. Kedua tinggian
tersebut merupakan produk dari tektonik Plio-Plistosen yang ditunjukkan
oleh umur batuan vulkanik di P. Bawean adalah 0,8 – 0,3 juta tahun
(Darman and Sidi, 2000). Fenomena menarik lainnya adalah keberaadan
batuan vulkanik berumur Plistosen di P. Bawean tersebut terbentuk pada
batuan dasar yang sudah sangat stabil. Batuan vulkanik biasanya muncul
pada daerah volcanic arc yang labil seperti di bagian tengah P. Sumatera dan P. Jawa.
Kedua tinggian tersebut telah merubah
konfigurasi Cekungan Utara Jawa Timur sebagai produk tektonik Paleogen.
Munculnya tinggian Bawean sebagai produk tektonik Plio-Plistosen
menyebabkan Cekungan Utara Jawa Timur terbelah menjadi dua; di bagian
barat membentuk Cekungan Pati dan bagian timur membentuk Cekungan Laut
Jawa Bagian Timur Laut. Dengan demikian keberadaan tektonik
Plio-Plistosen dapat pula menjadi dasar dalam penetapan suatu cekungan
baru. Hasil survei magnet di Cekungan Pati diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai konfigurasi morfologi dan evolusi tektonik Cekungan
Pati.
2. Evolusi Struktur Geologi Laut Jawa
Pembentukan struktur dan konfigurasi
cekungan di Laut Jawa bagian selatan dikontrol oleh kerangka
morfotektonik regional berdasarkan perkembangan dan evolusi dari waktu
ke waktu. Berdasarkan evolusi tektonik tersebut, di Laut Jawa
dipengaruhi oleh tiga perioda tektonik, yaitu pemekaran dan pemisahan
pada Paleogen hingga Miosen Awal (extensional rifting Paleogene); tekanan dan perputaran pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (compressional wrenching Neogene); dan pembentukan sesar naik dan perlipatan pada Plio-Plistosen (compressional thrust-folding Plio-Pleistocene)
(Suprijadi, 1992). Proses ini kemudian menghasilkan tiga arah struktur
dan pola cekungan di Laut Jawa, yaitu: Pola Sunda berah utara – selatan
(N-S), Pola Jawa berarah barat – timur (W-E) dan Pola Meratus berarah
barat daya – timur laut (SW – NE) (Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
Periode Extensional Rifting Paleogene
merupakan periode tektonik regangan (tarikan) dan merupakan periode
pembentukan cekungan-cekungan dengan tipe graben dan setengah graben (half graben).
Periode ini kemudian dikenal sebagai masa terbentuknya dasar cekungan
Pra-Tersier di Laut Jawa yang kemudian prospek mengandung hidrokarbon.
Periode Compressional Wrenching Neogene merupakan periode yang membentuk wrench fault
akibat gaya kompresi, sehingga pada periode ini terbentuk sesar-sesar
turun, sesar mengiri dan struktur antiklin. Sedangkan periode Compressional Thrust-Folding Plio-Pleistocene
merupakan periode tektonik yang membentuk lipatan serta sesar-sesar
naik yang berarah barat – timur dan barat daya – timur laut, sementara
pembentukan wrench fault yang sudah dimulai sejak Neogen berlanjut sampai Plistosen.
Evolusi tektonik di Laut Jawa bagian
selatan tersebut ikut mempengaruhi pembentukan sedimen dan perangkap
stratigrafinya. Sejak Paleosen hingga Eosen dan berlanjut hingga Miosen
Awal terjadi regangan (extensional faulting) yang membentuk graben dan setengah graben di daerah back arc basin
terutama di Laut Jawa bagian selatan, dan diikuti oleh proses
sedimentasi. Regangan ini menyebabkan sedimen mengisi cekungan membentuk
lapisan yang tebal. Selanjutnya mulai Oligosen hingga Miosen Awal,
dasar cekungan telah terisi oleh sedimen dengan perselingan beberapa
satuan/formasi batuan yang terjadi berulang-ulang (Directorate General
of Oil and Gas, 2007). Pada masa ini, kegiatan regangan masih menerus
hingga ke Miosen Awal bagian atas.
Kegiatan regangan terhenti dan diikuti
proses perlipatan mulai Miosen Tengah – Miosen Akhir. Selanjutnya pada
Plio-Plistosen merupakan masa terjadinya perlipatan yang membentuk
sistem perangkap stratigrafi dan perangkapan hidrokarbon. Perkembangan ini juga ditunjukkan oleh perkembangan tektonik di utara Jawa Timur terdapat tiga elemen utama, yaitu Northern Platform, Central High dan Southern Basin (Pertamina,
1996). Masing-masing elemen tektonik tersebut terdapat
perubahan-perubahan pada batuan dasarnya dari arah utara ke selatan.
Berdasarkan sejarah tektoniknya, Northern Platform sebagian besar merupakan sisa dari Suturing berumur Kapur selama amalgamsi bagian tenggara dari Paparan Sunda. Platform ini dikategorikan sebagai Pre-Tertiary Structural Grain
dan selama Eosen, Oligosen dan Miosen Awal menjadi tempat pengendapan
karbonat terumbu karang yang baik, dan pada akhir Tersier sebagai
tempat pengendapan fasies karbonat paparan laut dangkal. Cenral High dikategorikan sebagai Tertiary Structural Grain yang masih terpengaruh oleh Pre-Tertiary Structural Grain (Pertamina, 1996). Propinsi struktural ini merupakan suatu daerah terangkat, kemungkinan terbentuk selama pensesaran regangan (extensional faulting) dari Eosen – Oligisen Akhir, dan diikuti oleh periode inversi dari Miosen Awal hingga Resen. Central High
merupakan propinsi struktural yang memanjang barat – timur mulai utara
Rembang, utara Madura hingga selatan Kangean dengan lebar 30 – 40 km dan
terjepit di antara Northern Platform di utara dan Southern Basin di selatan.
3. Potensi Hidrokarbon
Daerah tinggian terdapat di sebelah barat dan timur daerah penelitian yang merupakan daerah Tinggian Karimunjawa (Karimunjawa High) dan Tinggian Bawean (Bawean High). Kehadiran dua tinggian berumur Plistosen pada penelitian ini memberikan gambaran bahwa tektonik Plistosen dapat merubah konfigurasi cekungan yang besar dan berumur lebih tua (Pra-Tersier) dan membentuk cekungan yang lebih kecil seperti Cekungan Pati. Keberadaan Tinggian Bawean menjadi bukti pembentukan Cekungan Pati dan terpisah dari Cekungan Utara Jawa Timur; di bagian barat dibatasi oleh Tinggian Karimunjawa.
Adanya perioda tektonik dan pola struktur Jawa dan Laut Jawa sejak Pra-Tersier sampai Plistosen memberikan arahan bagi kegiatan eksplorasi hidrokarbon, terutama untuk mendapatkan pola struktur antiklin, pusat-pusat cekungan (depo centre) dan perangkap stratigrafi. Di samping itu pemahaman terhadap tektonik Plistosen akan memberikan arahan tentang batas-batas suatu cekungan.
0 comments:
Post a Comment