GEOLOGI
DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN
Oleh
:
Agung Bekti Setiawan*, Aris
Munandar*, Fauzan Arifin*
(*) Program Studi Teknik Geologi Program Studi
Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
ABSTRAK
Kabupaten
Muara Enim secara administratif masuk dalam Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
7.300,50 km². Kabupaten ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil
batubara terbesar di Indonesia.
Secara
fisiografi, Pulau Sumatera menurut Van Bemmelen (1949), sebagian besar bagian
utara Kabupaten Muara Enim termasuk ke dalam fisiografi Zona Dataran Rendah dan
Berbukit, dan sebagiannya lagi masuk ke dalam Zona Semangko di bagian selatan.
Secara
regional daerah penelitian masuk dalam cekungan sumatera selatan dengan urutan
stratigrafi dari tua ke muda adalah Batuan Pra-Tersier, Formasi Lahat, formasi
Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi
Muara Enim, Formasi Kasai, Endapan Kuarter. Pada daerah penelitian didominasi
oleh batuan dari Formasi Muara Enim.
Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra
dan Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) ada 4 fase, yaitu:
1. Fase kompresi Jurasik awal sampai Kapur Akhir, 2. Fase tensional pada Kapur Akhir sampai
Oligosen, 3. Fase ketiga yaitu
adanya fase tektonik tenang, pada Oligosen sampai Pliosen, dan 4. Fase
kompresi pada Pliosen – Plistosen.
Potensi
Sumber Daya Alam yang terdapat pada Kabupaten Muara Enim antara lain adalah
minyak dan gas bumi, geothermal, batubara, Coal
Bed Methane, dll.
Kata Kunci: fisiografi, stratigrafi, tektonik, struktur, sumber daya alam,
Muara Enim.
I.
LATAR
BELAKANG
Kabupaten
Muara Enim secara administratif masuk dalam Provinsi Sumatera Selatan,
Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
7.300,50 km². Kabupaten ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil
batubara terbesar di Indonesia.
Dengan kondisi geologi yang kompleks, daerah ini sangat
menarik untuk dibahas. Secara garis besar Kabupaten Muara Enim masuk dalam
Cekungan Sumatera Selatan.
II.
MAKSUD
DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mempelajari dan mengetahui kondisi geologi regional daerah Kabupaten
Muara Enimm Provinsi Sumatera Selatan serta potensi sumber daya alam yang ada
di daerah ini.
III. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian berada di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis terletak pada
posisi antara 4o – 6o Lintang Selatan dan 104o – 106o Bujur Timur
·
Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Kabupaten Banyuasin,
dan Kota Palembang.
·
Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu, Kota Palembang dan
Kota Prabumulih.
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dan Kabupaten Kaur
Provinsi Bengkulu.
·
Sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas, Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat.
Gambar 1. Lokasi Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan (Wikipedia)
IV.
GEOLOGI
REGIONAL
1.
Fisiografi
Secara
fisiografi, Pulau Sumatera menurut Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona
fisiografi :
1.
Zona Kepulauan Busur muka.
2.
Zona Semangko.
3.
Zona Pegunungan Barisan.
4.
Zona Dataran Rendah dan Berbukit.
5.
Zona Pegunungan Tiga Puluh.
6.
Zona Paparan Sunda.
Gambar 2. Fisiografi, Pulau
Sumatera Van Bemmelen , 1949.
Berdasarkan posisi geografisnya, sebagian besar bagian utara Kabupaten Muara Enim termasuk ke dalam fisiografi Zona Dataran Rendah dan Berbukit, dan sebagiannya lagi masuk ke dalam Zona Semangko di bagian selatan.
2.
Stratigrafi
Peneliti
terdahulu telah menyusun urutan-urutan stratigrafi umum Cekungan Sumatera
Selatan, antara lain : Van Bemmelen (1932), Musper (1937), Marks (1956), Spruyt
(1956), Pulunggono (1969), dan De Coster (1974). Berdasarkan peneliti-peneliti
terdahulu, maka Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1. Batuan Pra-Tersier
Batuan
Pra-Tersier Cekungan Sumatera Selatan merupakan dasar cekungan sedimen Tersier.
Batuan ini diketemukan sebagai batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen
(De Coster, 1974).
2. Batuan Tersier
Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan
Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut
dan tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada tahap genang laut
disebut Kelompok Telisa (De Coster, 1974), terdiri atas Formasi Lahat (LAF),
Formasi Talang Akar (TAF), Formasi Baturaja (BRF), dan Formasi Gumai (GUF).
Sedangkan yang terbentuk pada tahap susut laut disebut Kelompok Palembang
(Spruyt, 1956) terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara Enim
(MEF), dan Formsi Kasai (KAF).
a.
Formasi
Lahat (LAF)
•
Menurut
Spruyt (1956), Formasi ini terletak secara tidak selaras diatas batuan dasar.
•
Formasi
ini memiliki 3 anggota, yaitu :
1.
Anggota
Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan lava.
2.
Anggota
Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri
dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding.
3.
Anggota
Tuf Kikim Atas, terdiri dari tuf dan batulempung tufan berselingan dengan
endapan mirip lahar dan diendapkan secara selaras dan bergradual di atas
Anggota Batupasir Kuarsa.
•
Formasi
Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.
•
Formasi
ini diendapkan dalam air tawar daratan.
b.
Formasi Talang Akar (TAF)
•
Termasuk
dalam Sub-Cekungan Jambi
•
Menurut
Pulunggono (1976), Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen
Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat.
•
Bagian
bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara.
Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih.
•
Diendapkan
pada lingkungan laut dangkal hingga transisi.
c.
Formasi Baturaja (BRF)
•
Menurut
Spruyt (1956), formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang
Akar.
•
Litologi
terdiri dari batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping
serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral.
•
Diendapkan
pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.
d.
Formasi Gumai (GUF)
•
Merupakan
hasil pengendapan sedimen-sedimen yang terjadi pada waktu genang laut mencapai
puncaknya.
•
Formasi
ini diendapkan selaras diatas Formasi Baturaja dan anggota Transisi Talang
Akar.
•
Menurut
Pulonggono (1976) berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N9 – N12).
•
Diendapkan
pada lingkungan laut dalam.
•
Bagian
bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping,
napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara
batupasir dan serpih.
e.
Formasi Air Benakat (ABF)
•
Menurut
Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus pengendapan
Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari endapan susut laut.
• Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan
sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam
kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di bagian atas mengandung
tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
•
Formasi
ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dan di endapkan secara selaras di
atas Formasi Gumai (Pulonggono, 1976)
• Berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir
f.
Formasi Muara Enim (MEF)
•
Menurut
Spruyt (1956) formasi in terlatak selaras diatas Formasi Air Benakat.
•
Terdiri
dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara.
•
Formasi
Muara Enim berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal, dan diendapkan secara selaras
di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut dangkal, dataran delta dan non-marine.
g.
Formasi Kasai (KAF)
•
Formasi
ini mengakhiri siklus susut laut Kelompok Palembang (De Coster dan Adiwijaya,
1973).
•
Formasi
ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian
atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf
pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu
kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu
yang terkersikkan.
•
Formasi
Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
•
Fasies
pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan.
3. Endapan Kuarter
Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa
Plio-Plistosen digolongkan dalam Sedimen Kuarter. Golongan ini diendapkan
secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua, dicirikan oleh kehadiran
fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik
berwarna gelap.
Tabel 1. Kolom
Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Sardjito et.al., 1991)
1.
Tektonik
dan Struktur
Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan
Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:
- Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N – S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur.
- Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Oligocene yang menghasilkan sesar normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.
- Fase ketiga yaitu fase tektonik tenang Oligosen-Pliosen, tidak ada pergerakan pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu (Formasi Lahat). Pengisian cekungan selama fase tenang berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen. Sedimen yang mengisi cekungan selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa), Formasi Lower Palembang (Air Benakat), Middle Palembang Muara Enim) dan Upper Palembang (Kasai).
- Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen, sesar-sesar bongkah dasar cekungan mengalami reaktifasi yang mengakibatkan pengangkatan dan pembentukan antiklinorium utama di Cekungan sumatra Selatan. Antiklinorium tersebut antara lain Antiklinorium Muara enim, Antiklinorium Pendopo-Benakat, dan Antiklinorium Palembang (De Coster 1974).
V.
SUMBER DAYA ALAM
Potensi Sumber Daya
Alam yang ada di Kabupaten Muara Enim berupa Minyak dan Gas Bumi, Geothermal,
Batubara, Coal Bed Methane (CBM), dll.
1. Minyak
dan Gas Bumi
Potensi
keberadaan minyak dan gas bumi pada Kabupaten Muara Enim sangat dimungkinkan
karena Kabupaten Muara Enim secara regional masuk ke dalam Cekungan Sumatera
Selatan pada Sub-Cekungan Palembang.
Cekungan
Sumatera Selatan sendiri merupakan cekungan belakang busur. Berdasarkan data,
sudah ada pemboran produksi minyak bumi diantaranya :
- Pemboran dua sumur baru, yakni sumur NR 43 dan NR 50 di lapangan Limau yang berlokasi di Desa Tebat Agung, Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan oleh PT. Pertamina EP.
- Pemboran sumur PMN-9 di Desa Prabumenang, Kecamatan Lubai Ulu, Kabupaten Muara Enim oleh PT. Pertamina EP.
2. Geothermal
Daerah Kabupaten Muara Enim juga berpotensi akan
adanya sumber daya energy geothermal. PLTP Lumut Balai yang dibangun PT
Pertamina Geothermal Energy (PGE) merupakan proyek pembangkit listrik geothermal
pertama di Sumatera Selatan. Tepatnya, di Desa Penindaian, Kecamatan Semende
Darat Laut, Kabupaten Muara Enim.
3. Batubara
Kabupaten Muara Enim , Provinsi Sumatera Selatan sangat
berpotensi akan adanya sumber daya Batubara karena Formasi Muara Enim yang
merupakan Formasi pembawa lapisan Batubara mempunyai pelamparan yang luas di
Kabupaten ini.
4. Coal Bed Methane (CBM)
CBM adalah gas metana
(gas alam) yang dihasilkan selama proses pembatubaraan dan terperangkap dalam
batubara. CBM dikenal
juga sebagai ‘sweet gas’, karena sedikitnya kandungan sulfur (dalam bentuk
hidrogen sulfida).
Sumur ME-III-CBM-001 di Desa Jiwa
Baru, Kecamatan Lubai, Muara Enim, Sumatera Selatan menjadi sumur Coal Bed
Methane (CBM) pertama yang dioperasikan oleh Pertamina melalui Pertamina Hulu
Energi Metana Sumatera 4 (PHE Metra 4).
VI. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan maka dapat diambil suatukesimpulan
bahwa :
1.
Kondisi geologi
Kabupaten Muara Enim sangat kompleks dan
menarik karena daerah ini masuk dalam cekungan Sumatera Selatan yang
merupakan cekunga belakang busur.
2. Secara
Fisiografis Van Bemmelen (1949), Kabupaten Muara Enim termasuk ke dalam
fisiografi Zona Dataran Rendah dan Berbukit, dan sebagiannya lagi masuk ke
dalam Zona Semangko.
3.
Secara regional urutan stratigrafi
daerah ini dari tua ke muda adalah Batuan Pra-Tersier, Formasi Lahat, formasi
Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi
Muara Enim, Formasi Kasai, Endapan Kuarter. Pada daerah penelitian didominasi
oleh batuan dari Formasi Muara Enim.
4. Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra
dan Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) ada 4 fase, yaitu:
1. Fase kompresi Jurasik awal sampai Kapur Akhir, 2. Fase tensional pada Kapur Akhir sampai
Oligosen, 3. Fase ketiga yaitu
adanya fase tektonik tenang, pada Oligosen sampai Pliosen, dan 4. Fase
kompresi pada Pliosen – Plistosen.
5.
Potensi Sumber Daya Alam yang
terdapat pada Kabupaten Muara Enim antara lain adalah minyak dan gas bumi,
geothermal, batubara, Coal Bed Methane,
dll.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen,
Van. R.W. 1949. The geology of Indonesia Vol IA. The Haque of
Netherlands.
Bishop,
M.G., 2001, South Sumatera Basin Province, Indonesia, USGS Open-file report
99-50-S
De
Coster, G. L., 1974, The Geology of the Central and South Sumatra Basin,
Proceedings 3 rdAnnual Convention IPA, Juni 1974, Jakarta
Koesoemadinata,
R,P., 1976, Tertiary Coal Basins of Indonesia, Prepare for 10th Annual of CCOP,
Geological Survey of Indonesia
Pulunggono,
A., Agus, H.S., Kosuma, C.G., 1992. Pre-Tertiary and Tertiary Fault System as a
Framework of the South Sumatra Basin, A Study of SAR-Maps, Proceeding IPA 21st
Annual Convention,vol 1, p. 339-360.
Sardjito,
Fadianto, E., Djumlati, Hansen, S., 1991. Hydrocarbon Prospect of Pre Tertiary
Basement in Kuang Area, South Sumatra, Proceeding IPA 20th Annual Convention,
vol. 1, p. 255-277.