Letusan
raksasa Gunung Toba yang terjadi 74.000 tahun lalu memicu perdebatan di kalangan
ilmuwan. Perdebatan terutama berkisar tentang efek dari letusan gunung
tersebut.
Studi
terdahulu tentang Gunung Toba menyebutkan bahwa letusan 74.000 tahun yang lalu
itu menyebabkan penggelapan langit dan menurunkan suhu bumi sebesar 10 derajat
celsius selama setengah dekade. Antropolog pun mengatakan, letusan tersebut juga
mempengaruhi proses evolusi manusia, menyebabkan fenomena yang disebut genetic
bottleneck, suatu kondisi ketika populasi spesies tertentu terbunuh atau
terhambat dalam bereproduksi.
Namun,
studi yang dilakukan oleh beberapa ilmuwan sesudahnya menyebutkan bahwa efek
letusan Toba tak seburuk yang diduga. Berdasarkan hasil penelitian vulkanolog
Stephen Self Open University di Milton Keynes, Inggris, dan pakar paleobiologi
Michael Rampino dari New York University, AS, misalnya, penurunan suhu bumi
hanya antara 3 dan 5 derajat celsius.
Penelitian
antropologis oleh Michael Petraglia dari University of Oxford Inggris juga
menyebutkan hasil yang kontroversial. Hasil dari penelitian yang didasarkan pada
kondisi salah satu situs arkeologis di India itu menyebutkan bahwa
manusia-manusia yang tinggal di dekat Gunung Toba justru mampu selamat dan
bertahan hidup dengan lebih mudah.
Baru-baru
ini, seorang ahli pembuat model iklim dari Max-Planck Institute for Meteorology
di Hamburg, Jerman, Claudia Timmreck, melakukan sebuah penelitian untuk melihat
lagi efek dari letusan Toba. Ia membuat sebuah model iklim yang dikatakan
menyerupai kondisi iklim setelah letusan Toba pada masa itu. Penelitian berfokus
pada partikel sulfat aerosol yang terbentuk dari gas sulfur dioksida, partikel
yang menyebabkan pemantulan sinar matahari sehingga menyebabkan pendinginan
temperatur Bumi.
Berdasarkan
data hasil penelitian, diketahui bahwa Gunung Toba mengeluarkan 850 juta metrik
ton sulfur dioksida ke atmosfer. Penelitian juga menghasilkan kesimpulan bahwa
efek letusan Gunung Toba tidak seburuk yang diduga selama ini. Penurunan suhu
Bumi, misalnya, hanya antara 3 dan 5 derajat celsius secara global. Perubahan
temperatur secara ekstrem hanya terjadi di Afrika dan India selama dua tahun
saja, dengan kondisi temperatur berkurang hingga 10 derajat celsius pada tahun
pertama dan 5 derajat celsius pada tahun kedua.
Hasil
penelitian yang dipublikasikan di Geophysical Research Letters edisi terbaru
November tersebut juga menunjukkan bahwa akumulasi partikel sulfur di udara juga
akan lenyap dalam beberapa tahun saja. F juga mengatakan, letusan tidak sampai
menghabisi populasi flora dan fauna yang ada. Namun, peristiwa itu diakui
membuat banyak proses kehidupan menjadi sulit.
Menanggapi
hasil penelitian tersebut, Petraglia setuju bahwa efek letusan Toba memang
buruk. Namun, dampaknya pada manusia tidaklah sebegitu serius. "Populasi
(manusia) selamat, tapi menghadapi kondisi lingkungan yang buruk selama beberapa
tahun," katanya. Ia juga mengatakan, perlu dilakukan juga observasi lapangan
sebagai tahap lanjut dari penelitian tersebut.
Sementara
itu, Stanley Ambrose dari University of Illinois yang setuju dengan terjadinya
fenomena genetic bottleneck mengatakan bahwa kajian Timmreck memiliki kelemahan.
Salah satunya karena peneliti memulai riset dengan kondisi iklim modern, bukan
menyimulasikan kondisi iklim 74.000 tahun yang lalu.
0 comments:
Post a Comment