Monday, 28 April 2014

Geologi Regional Pegunungan Kulon Progo

Stratigrafi Regional Pegunungan Kulon Progo 
Berdasarkan stratigrafi regional rangkaian Pegunungan Kulon Progo, dimulai dari yang paling tua sampai yang paling muda. Menurut Van Bemmelen adalah sebagai berikut :
1.    Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan menempati daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang rendah hingga menengah dengan tersebar merata di daerah Nanggulan (bagian timur Pegunungan Kulon Progo). Secara setempat formasi ini juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok xenolit dalam batuan beku andesit.
Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di daerah Kalisongo, Nanggulan. Van Bemmelen menjelaskan bahwa formasi ini merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulon Progo dengan lingkungan pengendapannya adalah litoral pada fase genang laut. Litologi penyusunnya terdiri-dari batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan moluska, diperkirakan ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini tersusun oleh endapan laut dangkal, batupasir, serpih, dan perselingan napal dan lignit. Berdasarkan atas studi Foraminifera planktonik, maka Formasi Nanggulan ini mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen.
Formasi ini tersingkap di bagian timur Kulon Progo, di daerah Sungai Progo dan Sungai Puru. Formasi ini terbagi menjadi 3, yaitu :
a.    Axinea Beds
Axinea beds, yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan 40 meter, merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri-dari batupasir, serpih dengan perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies litoral. Axinea beds ini banyak mengandung fosil Pelecypoda.
b.    Yogyakarta Beds
Yogyakarta beds, yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di atas Axinea beds dengan ketebalan 60 meter. Formasi ini terdiri-dari napal pasiran berselang-seling dengan batupasir dan batulempung yang mengandung Nummulites djogjakartae.
c.    Discocyclina Beds
Discocyclina Beds, yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di atas Yogyakarta beds dengan ketebalan 200 meter. Formasi ini terdiri-dari napal dan batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas bagian ini berkembang kandungan Foraminifera planktonik yang melimpah (Suryanto dan Roskamil, 1975)
2.    Formasi Andesit Tua
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan. Litologinya berupa breksi volkanik dengan fragmen andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta batupasir volkanik yang tersingkap di daerah Kulon Progo.
Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara, dan barat daya daerah Kulon Progo yang membentuk morfologi pegunungan bergelombang sedang hingga terjal. Ketebalan formasi ini kira-kira mencapai 600 m. Berdasarkan fosil Foraminifera planktonik yang dijumpai dalam napal dapat ditentukan umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen Atas.
3.    Formasi Jonggrangan
Di atas Formasi Andesit Tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara tidak selaras. Formasi ini secara umum, bagian bawah terdiri-dari konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan dengan kandungan moluska serta batulempung dengan sisipan lignit. Di bagian atas, komposisi formasi ini berupa batugamping berlapis dan batugamping koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa pegunungan dan perbukitan kerucut dan tersebar di bagian utara Pegunungan Kulon Progo. Ketebalan batuan penyusun formasi ini 250 -400 meter dan berumur Miosen Bawah – Miosen Tengah.
Formasi ini dianggap berumur Miosen Bawah dan di bagian bawah berjemari-jemari dengan bagian bawah Formasi Sentolo (Pringgo Praworo, 1968:7).
4.    Formasi Sentolo
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi Jonggrangan, diendapkan juga secara tidak selaras Formasi Sentolo. Hubungan Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah menjari. Foramasi Sentolo terdiri-dari batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah terdiri-dari konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf kaca. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya akan Foraminifera. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m.
5.    Endapan Aluvial dan Gugus Pasir
Endapan Aluvial ini terdiri-dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Aluvial sungai berdampingan dengan aluvial rombakan batuan vuokanik. Gugus Pasir sepanjang pantai telah dipelajari sebagai sumber besi.
Geomorfologi Regional Pegunungan Kulon Progo
Menurut Van Bemmelen (1949, hlm. 596), Pegunungan Kulon Progo dilukiskan sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal sebagai “Oblong Dome”. Dome ini mempunyai arah utara timur laut – selatan barat daya dan diameter pendek 15 – 20 km dengan arah barat laut – timur tenggara.
 Sketsa Fisiografi Jawa
Gambar 1.
Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004).
Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh Lembah Progo, di bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan Pegunungan Serayu.
Inti dari dome ini terdiri-dari 3 gunung api andesit tua yang sekarang telah tererosi cukup dalam, sehingga di beberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut, merupakan gunungapi tertua yang menghasilkan andesit hiperstein augit basaltik. Gunungapi yang kemudian terbentuk yaitu Gunungapi Ijo yang terletak di bagian selatan. Kegiatan Gunungapi Ijo ini menghasilkan andesit piroksen basaltik, kemudian andesit augit hornblende, sedang pada tahap terakhir adalah intrusi dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan Gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk Gunung Menoreh, yang merupakan gunung terakhir pada komplek Pegunungan Kulon Progo. Kegiatan Gunung Menoreh mula-mula menghasilkan andesit augit hornblende, kemudian menghasilkan dasit dan yang terakhir yaitu andesit.
Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang datar ini dikenal sebagai “Jonggrangan Platoe“ yang tertutup oleh batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi karst. Topografi ini dijumpai di sekitar Desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.
Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hlm. 601) mengatakan bahwa sisi utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-gawir sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah aluvial Magelang.

Struktur Geologi Regional Kulon Progo
Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, Pegunungan Kulon Progo oleh Van Bemmelen (1949, hlm. 596) dilukiskan sebagai kubah besar memanjang ke arah barat daya – timur laut sepanjang 32 km, dan melebar ke arah tenggara – barat laut selebar 15 – 20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di sekeliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial.
 Dome Kulon Progo
Gambar 2.
Skema blok diagram dome Pegunungan Kulon Progo yang digambarkan Van Bemmelen (1945, hlm. 596).
Pada kaki selatan Gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah barat – timur yang memisahkan Gunung Menoreh dengan Gunung Ijo serta pada sekitar zona sesar.

0 comments:

Post a Comment